Welcome To My Blog,please leave comment!!

Laman

Sabtu, 23 Juli 2011

Setiap Rabu [Bagian 1]

Aku menghentikan langkah lalu menghampiri pedagang kaki lima yang ada di kiriku, membuka box plastik tempat minuman dingin namun sesekali pandanganku masih tertuju ke perempuan berusia tiga puluh yang berjarak sekitar lima belas meter di depanku.
Postur tubuhnya yang ramping, rambut hitam sebahu serta pakaian berwarna krem yang dipakai perempuan itu sangat kukenal. Ia lah wanita yang kunikahi setahun lalu. Perempuan berkulit kuning langsat berwajah legit itu pertama kali kulihat di sebuah acara peluncuran produk. Ia seorang product manager yang sedang bersinar. Aku seperti anak kecil yang tersihir gemerlapnya kembang api ketika melihatnya memberikan presentasi di atas panggung. Cara bicara, mimik, gerak tubuh serta kalimat-kalimat cerdas yang dilontarkannya membuatku seperti bunga matahari mengikuti gerak sang surya. Saat ia melirik ke arahku dan melemparkan senyum, jantungku serasa disetrum. Sepertinya kadarpheromones, dopamine, norepinephrine, dan serotonin dalam tubuhku langsung meningkat.
Ringkas kata, singkat cerita, kami saling jatuh cinta. Setahun kemudian aku dan dia mengikat jiwa.
Selama pacaran, ia tidak banyak menceritakan keluarganya. Kalau aku bertanya, ia akan bercerita dengan wajah muram dan nada suram. Aku ingat ia bilang sudah yatim piatu sejak bayi. Ayah dan ibunya meninggal dalam kecelakaan sehingga pamannya lah yang membesarkan. Saat usianya tujuh belas, pamannya meninggal. Setelah itu ia hidup mandiri.
Aku sangat menyayanginya. Tak pernah kupersoalkan asal usul serta masa lalunya. Buatku yang paling penting adalah sekarang dan masa depan. Segenap hati kuterima dia apa adanya. Begitulah yang kukatakan padanya.
Seperti jampi-jampi, perkataan itu membuatnya menerimaku hingga akhirnya menyatukan kami dalam perkawinan. Namun, setelah menikah baru kurasakan keanehan pada istriku. Seminggu sekali, setiap Rabu, ia selalu pergi entah ke mana dan baru kembali ke rumah pada jam delapan malam. Awalnya kupikir ia rapat di luar kantor. Tapi ketika kucoba mencari tahu, kudapati fakta yang mengejutkan: ia selalu mengambil cuti setiap Rabu. Tidak ada yang mengetahui keberadaannya dari pagi hingga magrib. Aku tahu dia manager luar biasa, aset istimewa, tapi aku tetap terperangah mengetahui ada perusahaan di Indonesia yang memberikan waktu kerja begitu longgarnya. Saat kutanyakan hal itu, ia cuma tersenyum, mencoba membuatku cemburu, mengalihkan topik lalu mulai menyentuhku. Man, ia fenomenal. Aku selalu takluk saat ia mulai mencumbuku hingga akhirnya rasa penasaranku meleleh saat kami bergumul.
Namun, setelah berbulan-bulan hal tersebut terus terjadi, penasaran di dadaku semakin menggunung seperti tumpukan sampah hingga tak dapat kutahan lagi. Aku merasa harus segera menguak misteri ini. Jadilah hari ini aku membolos—berniat memata-matai.
Ia berbelok dan masuk ke sebuah butik yang ada di kiri jalan.
Aku melanjutkan langkahku, menyusuri deretan pertokoan dan berhenti kira-kira sepuluh meter dari butik itu lalu pura-pura melihat etalase toko. Aku menunggu.
Setengah jam berlalu, istriku belum juga keluar. Kakiku terasa pegal berdiri sedari tadi. Rokok di tangan sudah hampir habis. Aku ambil tisu dari kantong lalu menyeka wajah. Kulihat tisu itu langsung kumal. Pastilah mukaku sangat berminyak.
Saat sedang berpikir dan menimbang langkah selanjutnya, sebuah taksi berhenti di depan butik itu. Seorang pria berjas hitam turun lalu melangkah ke butik tempat istriku tadi masuk. Beberapa menit kemudian, kulihat orang berjas hitam itu keluar, menghentikan taksi lalu menghilang ke utara.
Aku melihat arloji. Sudah hampir satu jam. Apa yang dilakukannya? Borong baju? Mungkin karena penasaran atau memang sudah capek, aku lalu berjalan menuju butik itu. Tak kupedulikan lagi tujuan awalku. Saat masuk aku disambut seorang pelayan perempuan. Ia tersenyum. Semerbak pengharum ruangan langsung tercium dan sejuknya udara menghalau panas di kulitku. Butik itu terlihat apik dan nyaman. Di sebelah kanan kulihat jejeran baju wanita dengan berbagai model dan warna.
“Bisa dibantu, Pak?” tanya pelayan wanita itu.
Aku mengedarkan pandangan, bingung karena tidak melihat istriku tapi malah menemukan seorang pria berjas hitam sedang dilayani. Aku mengerjapkan mata. Tidak salah. Itu lelaki yang turun dari taksi tadi. Bukankah dia sudah keluar setengah jam lalu?
“Maaf, istri saya tadi ke sini. Dia pakai blaster krem, apa Mbak lihat?” tanyaku.
Aku memberitahunya lebih detail lagi. Pelayan itu akhirnya ingat. Ia mengatakan bahwa istriku telah pergi.
“Kira-kira setengah jam lalu, Pak.”
Setelah mengucapkan terima kasih aku keluar dari butik itu sambil menjinjing pikiran orang yang baru kehilangan dompet. Kemana dia? pikirku.
Sepuluh menit berlalu tapi aku masih saja berdiri di dekat butik itu, berharap istriku keluar dari persembunyiannya. Namun hal itu tak kunjung terjadi. Karena tak tahu lagi apa yang harus kuperbuat, kuputuskan untuk pulang.
Bersambung…

» Read More....

"&layout=standard&show_faces=false&width=100&action=like&font=arial&colorscheme=light"' frameborder='0' height='30' scrolling='no' style='border:none; overflow:hidden; '/>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar